KADIN:
Regulasi Perdagangan Harus Berpihak ke Rakyat Perbatasan
Regulasi Perdagangan Harus Berpihak ke Rakyat Perbatasan
JAKARTA- Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia menginginkan berbagai regulasi perdagangan yang
dikeluarkan pemerintah dapat berpihak kepada kepentingan rakyat
perbatasan khususnya dalam kesenjangan infrastruktur dan ekonomi.
"Yang mendominasi konflik (di daerah perbatasan) karena beberapa hal seperti disparitas harga komoditas untuk konsumsi seperti gula, terigu, beras, elpijim, dan elektronik yang lebih murah bila dibeli di daerah tetangga dibanding barang dari Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut Natsir, hal tersebut antara lain karena regulasi pemerintah yang serba kaku sehingga membuat aparat keamanan Indonesia di daerah perbatasan mengalami kesulitan dan dihadapkan pada kondisi dilematis.
“Bila mengacu pada regulasi atau aturan yang diberlakukan, maka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan,” kata Natsir.
Namun di sisi lain, ujar dia, perdagangan di kawasan perbatasan juga rawan dengan sejumlah tindak pidana penyelundupan.
"Jika saja pemerintah bisa mengatur mekanisme perdagangan yang berpihak bagi rakyat perbatasan, mengapa harus mengekangnya dengan aturan pusat yang di lapangan tidak bisa diberlakukan," katanya.
Natsir juga mengemukakan, setiap daerah perbatasan berbeda kondisinya tetapi Kadin menemukan di sejumlah daerah bahkan terdapat regulasi perdagangan yang sudah 30 tahun tidak direvisi.
Selain itu, Natsir juga menyayangkan bahwa selama ini, hanya Kementerian Perdagangan yang diberikan dispensasi kebijakan boleh mengimpor gula langsung tapi tidak mampu membuat kondusif yang bagi perbatasan.
Padahal, menurut dia, terdapat daerah yang sudah enam tahun meminta untuk dispensasi kebijakan impor gula untuk konsumsi tetapi masih tidak diberikan.
Ia berpendapat, hal tersebut mendekati potensi konflik dan tak jarang memicu keinginan dari sejumlah warga untuk berpindah kewarganegaraan. (ant/gor)
"Yang mendominasi konflik (di daerah perbatasan) karena beberapa hal seperti disparitas harga komoditas untuk konsumsi seperti gula, terigu, beras, elpijim, dan elektronik yang lebih murah bila dibeli di daerah tetangga dibanding barang dari Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut Natsir, hal tersebut antara lain karena regulasi pemerintah yang serba kaku sehingga membuat aparat keamanan Indonesia di daerah perbatasan mengalami kesulitan dan dihadapkan pada kondisi dilematis.
“Bila mengacu pada regulasi atau aturan yang diberlakukan, maka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan,” kata Natsir.
Namun di sisi lain, ujar dia, perdagangan di kawasan perbatasan juga rawan dengan sejumlah tindak pidana penyelundupan.
"Jika saja pemerintah bisa mengatur mekanisme perdagangan yang berpihak bagi rakyat perbatasan, mengapa harus mengekangnya dengan aturan pusat yang di lapangan tidak bisa diberlakukan," katanya.
Natsir juga mengemukakan, setiap daerah perbatasan berbeda kondisinya tetapi Kadin menemukan di sejumlah daerah bahkan terdapat regulasi perdagangan yang sudah 30 tahun tidak direvisi.
Selain itu, Natsir juga menyayangkan bahwa selama ini, hanya Kementerian Perdagangan yang diberikan dispensasi kebijakan boleh mengimpor gula langsung tapi tidak mampu membuat kondusif yang bagi perbatasan.
Padahal, menurut dia, terdapat daerah yang sudah enam tahun meminta untuk dispensasi kebijakan impor gula untuk konsumsi tetapi masih tidak diberikan.
Ia berpendapat, hal tersebut mendekati potensi konflik dan tak jarang memicu keinginan dari sejumlah warga untuk berpindah kewarganegaraan. (ant/gor)
Sumber: http://www.investor.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar